Loading...
Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengeluarkan surat perintah yang isinya penggeledahan dan penyitaan yang terkait dengan anggota Polri harus seizin Kapolri.
Surat bertanggal 14 Desember ini beredar di kalangan wartawan, kemarin. Surat yang ditandatangani Kapolri itu ditujukan kepada Kapolda dan Kepala Bidang Profesi dan Pengamanan (Kabid Propam).
Salah satu poin menyebutkan pemanggilan anggota Polri oleh lembaga penegak hukum lain, seperti KPK, kejaksaan, atau pengadilan harus sepengetahuan pimpinan Polri. Setelah itu, ada juga poin yang menyebutkan penggeledahan kepada anggota Polri perlu melalui izin Kapolri, Kadiv Propram, ataupun kapolda masing-masing.
Kabiro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Mabes Polri Kombes Rikwanto membenarkan surat tersebut. Dia bilang, surat tersebut untuk mempertegas apa yang sudah lama berjalan.
Rikwanto menjelaskan, surat itu beredar untuk internal, bukan eksternal sebagaimana tertulis pada surat yaitu untuk kapolda. Dengan kata lain, jika surat itu bertujuan untuk menghalangi proses hukum yang dilakukan lembaga penegak hukum lain, ditujukannya bukan kepada kapolda. "Jadi, surat itu adalah arahan dan petunjuk untuk menjadi pedoman alam pelaksanaan tugas," ujar Rikwanto menegaskan.
"Itu hanya penegasan saja, ini sudah lama. Panggilan dari mana pun, kejaksaan, KPK. Itu pimpinan wajib tau dan didampingi," katanya.
Tujuannya lain, lanjut Rikwanto, agar dilakukan pendampingan terhadap anggota Polri tersebut. "Pendampingan nanti yang dampingi propam atau hukum. Yang bermasalah dengan hukum laporkan ke pimpinannya, nanti didampingi," kata Rikwanto.
Kenapa baru dikeluarkan sekarang? Rikwanto menyampaikan surat itu dikeluarkan karena banyak kejadian personel Polri lupa melapor kepada Divpropam, pimpinannya, atau bahkan Kapolri ketika terjerat perkara hukum. "Padahal perkara mereka kan bisa menyeret nama institusi juga," ujar Rikwanto mengakhiri.
Senada disampaikan Irwasum Komjen Dwi Priyatno mengatakan surat arahan tersebut sebagai bentuk implementasi dari kerjasama antar lembaga penegak hukum. Sebagaiman yang telah dilakukan Polri, dengan kejaksaaan maupun KPK. Menurut Dwi, adanya surat tersebut untuk mempermudah dan memperlancar penegakan hukum di antara lembaga tersebut. Bukan justru sebaliknya, yakni menghalangi proses penegakan hukum. "Biar sesama penegak hukum saling menghargai. Bukan berarti kolutif itu, hanya untuk memudahkan dan memperlancar," ujar Dwi.
Sementara, Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif mengaku belum mengetahui surat ini. Apalagi KPK belum menerima tembusan surat arahan Kapolri tersebut. "Kami belum terima surat itu, jadi kami belum bisa komentar tentang surat itu," kata Syarif.
Dia bilang, KPK selama ini selalu berkoordinasi dengan Polri apabila ada kegiatan penindakan di Korps Bhayangkara. Hal itu kata dia sesuai dengan UU KPK dan UU Tipikor yang berlaku. "Semua penindakan korupsi di pihak kepolisian selalu mereka (penyidik) bekoordinasi dengan kepolisian. Bukan izin, berkoordinasi," kata Laode.
Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane menyayangkan terbitnya surat edaran tersebut karena bisa menghambat kerja KPK dan Tim Sapu Bersih Pungli yang selama ini gencar melakukan operasi tangkap tangan. Dia khawatir lembaga lain mengikuti hal tersebut. Ketua DPR dan kepala daerah membuat surat serupa. "Akibatnya OTT yang dilakukan KPK dan tim Saber Pungli tidak bisa bekerja," kata Neta, tadi malam.
Karena itu, dia menilai surat edaran itu sangat aneh dan mempertontonkan arogansi dan bertolakbelakang dengan semangat pembersihan internal dan misi revolusi mental. Apalagi jika dikaitkan dengan pemanggilan anggota DPR Eko Patrio yang sesuai UU MKD, Polri harus meminta izin Presiden tapi kenapa Polri tidak melakukannya.
Dia bilang, anggota Polri sebagai warga negara yang baik dan sebagai aparatur penegak hukum harusnya tidak kebal hukum dan harus mendukung upaya penegakan hukum. "Dalam proses penegakan hukum tidak seseorang pun berhak mengklaim bahwa dirinya atau institusinya punya keistimewaan dibandingkan dengan orang lain atau instansi lain," pungkasnya. (Postmetro)
Surat bertanggal 14 Desember ini beredar di kalangan wartawan, kemarin. Surat yang ditandatangani Kapolri itu ditujukan kepada Kapolda dan Kepala Bidang Profesi dan Pengamanan (Kabid Propam).
Salah satu poin menyebutkan pemanggilan anggota Polri oleh lembaga penegak hukum lain, seperti KPK, kejaksaan, atau pengadilan harus sepengetahuan pimpinan Polri. Setelah itu, ada juga poin yang menyebutkan penggeledahan kepada anggota Polri perlu melalui izin Kapolri, Kadiv Propram, ataupun kapolda masing-masing.
Kabiro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Mabes Polri Kombes Rikwanto membenarkan surat tersebut. Dia bilang, surat tersebut untuk mempertegas apa yang sudah lama berjalan.
Dia membantah bahwa pengeluaran surat itu bertujuan untuk menghalangi proses hukum atau penggeledahan terhadap personel Polri. "Pemahaman yang beredar terbalik," kata Rikwanto, kemarin.Rikwanto menyampaikan arahan yang disampaikan pada surat itu bukanlah lembaga penegak hukum lain harus meminta izin terlebih dahulu kepada pimpinan Polri terkait dengan proses hukum dan penggeledahan personel. Sebaliknya, kata dia, personel yang beperkara itulah yang harus meminta izin atau melapor dahulu kepada pimpinan.
Tito Karnavian |
Rikwanto menjelaskan, surat itu beredar untuk internal, bukan eksternal sebagaimana tertulis pada surat yaitu untuk kapolda. Dengan kata lain, jika surat itu bertujuan untuk menghalangi proses hukum yang dilakukan lembaga penegak hukum lain, ditujukannya bukan kepada kapolda. "Jadi, surat itu adalah arahan dan petunjuk untuk menjadi pedoman alam pelaksanaan tugas," ujar Rikwanto menegaskan.
"Itu hanya penegasan saja, ini sudah lama. Panggilan dari mana pun, kejaksaan, KPK. Itu pimpinan wajib tau dan didampingi," katanya.
Tujuannya lain, lanjut Rikwanto, agar dilakukan pendampingan terhadap anggota Polri tersebut. "Pendampingan nanti yang dampingi propam atau hukum. Yang bermasalah dengan hukum laporkan ke pimpinannya, nanti didampingi," kata Rikwanto.
Kenapa baru dikeluarkan sekarang? Rikwanto menyampaikan surat itu dikeluarkan karena banyak kejadian personel Polri lupa melapor kepada Divpropam, pimpinannya, atau bahkan Kapolri ketika terjerat perkara hukum. "Padahal perkara mereka kan bisa menyeret nama institusi juga," ujar Rikwanto mengakhiri.
Senada disampaikan Irwasum Komjen Dwi Priyatno mengatakan surat arahan tersebut sebagai bentuk implementasi dari kerjasama antar lembaga penegak hukum. Sebagaiman yang telah dilakukan Polri, dengan kejaksaaan maupun KPK. Menurut Dwi, adanya surat tersebut untuk mempermudah dan memperlancar penegakan hukum di antara lembaga tersebut. Bukan justru sebaliknya, yakni menghalangi proses penegakan hukum. "Biar sesama penegak hukum saling menghargai. Bukan berarti kolutif itu, hanya untuk memudahkan dan memperlancar," ujar Dwi.
Sementara, Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif mengaku belum mengetahui surat ini. Apalagi KPK belum menerima tembusan surat arahan Kapolri tersebut. "Kami belum terima surat itu, jadi kami belum bisa komentar tentang surat itu," kata Syarif.
Dia bilang, KPK selama ini selalu berkoordinasi dengan Polri apabila ada kegiatan penindakan di Korps Bhayangkara. Hal itu kata dia sesuai dengan UU KPK dan UU Tipikor yang berlaku. "Semua penindakan korupsi di pihak kepolisian selalu mereka (penyidik) bekoordinasi dengan kepolisian. Bukan izin, berkoordinasi," kata Laode.
Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane menyayangkan terbitnya surat edaran tersebut karena bisa menghambat kerja KPK dan Tim Sapu Bersih Pungli yang selama ini gencar melakukan operasi tangkap tangan. Dia khawatir lembaga lain mengikuti hal tersebut. Ketua DPR dan kepala daerah membuat surat serupa. "Akibatnya OTT yang dilakukan KPK dan tim Saber Pungli tidak bisa bekerja," kata Neta, tadi malam.
Karena itu, dia menilai surat edaran itu sangat aneh dan mempertontonkan arogansi dan bertolakbelakang dengan semangat pembersihan internal dan misi revolusi mental. Apalagi jika dikaitkan dengan pemanggilan anggota DPR Eko Patrio yang sesuai UU MKD, Polri harus meminta izin Presiden tapi kenapa Polri tidak melakukannya.
Dia bilang, anggota Polri sebagai warga negara yang baik dan sebagai aparatur penegak hukum harusnya tidak kebal hukum dan harus mendukung upaya penegakan hukum. "Dalam proses penegakan hukum tidak seseorang pun berhak mengklaim bahwa dirinya atau institusinya punya keistimewaan dibandingkan dengan orang lain atau instansi lain," pungkasnya. (Postmetro)
0 Response to ""Geledah Polri, Harus Izin ke Kapolri Dulu" Senjata Untuk Menghalangi Proses Hukum Anggota Polri, Benarkah?"
Post a Comment